Dapet inbox yang isinya seperti ini :
Hai Angger
Cerpen Primadona Malam, bakal dimuat di Radar Banten edisi Minggu 15 Juli ini ya.
Tengkyu.
Kalo gak nyadar pas saat itu udah jam 11 malam, mungkin gue bakal teriak dan jingkrak-jingkrak
:D
mau tau cerpen PRIMADONA MALAM itu seperti apa kisahnya?
Yukkk mareeeee di baca.......
Primadona Malam
By. Angger Minerva
Aku duduk terpaku di depan meja rias.
Mencermati raut wajah yang kian hari kian jelas tergurat keriput. Kupoles wajah dengan bedak padat coklat, berharap polesan bedak tersebut dapat menutupi
keriput wajah. Atau sekadar mengurangi keriput yang terlihat.
Kurapikan gaun merah yang kukenakan.
Berharap penampilanku masih seperti saat usia remaja. Juga berharap, aku masih semenarik dulu. Dulu saat aku menjadi primadona dan sekarang aku ingin tetap menjadi primadona.
Primadona bagi lelaki hidung belang.
Lelaki yang mencari pelampiasan nafsu birahinya. Lelaki yang tak pernah merasa
terbebani mengeluarkan harta bendanya untukku. Lelaki yang terlupa akan istri
dan anaknya yang setia menantinya di rumah.
Aku terbangun dari dudukku. Sesaat kurapikan
make-up wajah dan kurapikan lagi
gaunku. Lantas, aku siap berpergian. Tak perlu mengumpat untuk keluar dari
gubuk reot ini. Aku hanya tinggal seorang diri, di pinggiran kota metropolitan.
Kujejaki tanah basah. Langkahku terasa
amat perlahan, berusaha memilih jalan bagus agar tak terjebak oleh genangan air
yang dibuat sang hujan beberapa jam yang lalu. Aku harus ekstra hati-hati karena
tak ingin gaun ini terkotori dengan air kotor jalanan. Bau
got hitam begitu menusuk indra penciumanku. Ditambah, di sekitar tempat tinggalku terdapat pembuangan sampah.
Tak perlu takut bagiku jika akan ada tetangga yang menanyaiku. Pastilah di malam seperti ini
mereka sudah tertidur pulas, dan kuyakin hujan beberapa jam lalu telah membuat
mereka semakin larut dalam lautan mimpi.
Tak perlu waktu lama, aku telah sampai
di lokasi yang kutuju. Sudah banyak rekanku yang bekerja dan tentu sudah banyak
pula lelaki hidung belang hilir mudik.
“Marsha, kemana aja kamu? Sudah ada yang
menunggumu.” ujar Mak Ningsih menyambutku di depan pintu. Ya, dialah penguasa
di sini bahkan dia jugalah yang memberi nama Marsha sebagai nama samaranku.
“Maaf Mak,” jawabku santai.
Huh.. baru sampai saja sudah ada lelaki
yang tertarik padaku, lelaki yang nafsunya minta dilayani. Dan memang inilah
pekerjaanku. Meski awalnya aku teramat jijik dengan pekerjaan ini, tapi lambat
laun rasa jijik itu sirna.
Inilah duniaku. Sebuah dunia kelam yang
tak terbesit dalam benakku sebelumnya. Dunia yang tak pernah kuyakini dan tak pernah tercium olehku sebelumnya. Namun kini aku ada di sini. Ditempat
para pelacur menjajakan kemolekan tubuhnya demi selembar rupiah untuk
menyambung hidup. Bukan salah kami memilih pekerjaan seperti ini. Justru kami
begitu menyadari atas ketidak-mampuan kami, atas keahlian apapun yang tak kami
miliki, atas ijasah apapun yang tak tersentuh oleh kami, dan atas pendidikan yang tak pernah kami enyam sekalipun. Dan inilah kami.
Inilah aku dan duniaku; sang primadona malam.
Jangan salahkan kami jika para suami
lebih memilih bermalam bersama kami! Jangan salahkan kami jika kami menguras
harta benda mereka!
Kami memang menjijikkan, bahkan lebih
menjijikkan daripada tikus-tikus got yang berkeliaran dimalam hari. Juga lebih
menjijikkan daripada sampah yang membusuk. Ketahuilah, kami lebih baik
dibanding orang berjas dan duduk santai di singgasananya dan hanya makan gaji
buta.
Sesungguhnya aku pun tak suka dengan keadaanku seperti ini. Tapi karena Cantika
–adikku, maka